Jember, Kabarejember.com
(28 Oktober 2019) ----Dua kelompok mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Jember berhasil menyulap limbah menjadi asap cair untuk bahan pengawetan ikan yang aman dan sehat. Mereka adalah Hanifah Izzati, Moch. Miftah, dan Selamet Fauzi yang mengolah limbah kulit Kakao menjadi asap cair. Kelompok kedua adalah Yogi Ardi dan Muhammad Fauzi, mereka memilih menggunakan limbah kulit Kopi sebagai bahan baku untuk menghasilkan asap cair.
Asap cair yang mereka produksi rupanya telah berhasil menyabet gelar juara dalam ajang kompetisi ilmiah tingkat internasional. Kelompok Hanifah berhasil meraih medali silver dalam World Invention and Technology Expo (WINTEX) di Auditorium Sasana Kriya Taman Mini Indonesia Indah pada 12 Oktober lalu. Hanifah bersama timnya berhasil mendominasi 1.200 inovator muda lain dalam 250 tim yang berasal dari 18 negara. Pada tanggal yang sama Yogi dan timnya pun tidak kalah membanggakan, asap cair yang mereka produksi berhasil meraih juara 1 dalam Festival of LNG Academy in Sport, Education, and Humanity (FLARITY) 2019 di PT. Badak LNG Bontang, Kalimantan Timur.
Menariknya adalah, masing-masing kelompok mengklaim bahwa asap cair yang mereka produksi adalah yang terbaik. Kelompok Hanifah memilih kulit Kakao sebagai bahan baku dikarenakan kandungan hemiselulosa, selulosa dan lignin pada kulit Kakao cukup tinggi sebagai zat untuk menghasilkan asap cair.
“Selama ini yang dikenal masyarakat untuk membuat asap cair hanyalah dengan menggunakan limbah batok kelapa yang dibakar menggunakan suhu tinggi dengan teknologi pirolisis dan destilasi. Padahal sebetulnya untuk menghasilkan asap cair dibutuhkan bahan yang mengandung hemiselulosa, selulusa dan ligning,” ujar Hanifah diwawancarai Humas Universitas Jember, (28/10).
Menurut Hanifah kandungan hemiselulosa, selulusa dan ligning pada kulit Kakao jauh lebih besar dari batok kelapa. Kandungan asam dan venolnya yang dapat dijadikan sebagai pengawet makanan cukup tinggi. Ketersediaan kulit Kakao yang cukup melimpah terutama disekitar wilayah perkebunan memudahkan dalam proses produksi.
“Tempat produksi awal kami ada wilayah Muncar Banyuwangi. Di sana banyak sekali limbah kulit Kakao yang tidak termanfaatkan. Padahal kebutuhan bahan untuk pengawetan ikan juga sangat besar, mengingat masyarakat Muncar sebagian besarnya adalah nelayan,” imbuh Hanifah.
Hanifah menjelaskan, untuk menghasilkan 1 liter asap cair diperlukan sedikitnya sekitar 90 kilogram kulit Kakao kering. Menurutnya, ini akan sangat membantu para petani karena bahan baku yang digunakan tidak perlu membeli.
“Asap cair ini kan termasuk salah satu pengawet ikan kualitas terbaik karena tidak ada kandungan tar yang bersifat karsinogen (penyebab kanker). Tujuan awal kami memang membantu nelayan di wilayah Muncar untuk mengawetkan ikan dengan sehat,” pungkasnya.
Sementara itu kelompok Yogi lebih memilih kulit limbah kulit Kopi sebagai bahan baku dikarenakan ketersediaannya di Kabupaten Jember begitu melimpah. Kandungan selulosa dan hemiselulosa pada kopi juga cukup besar. Selain itu kandungan asam dan venol pada kulit kopi juga tidak kalah dengan kulit Kakao.
“Sehinngga sangat tepat sekali jika asap cair yang dihasilkan dari pembakaran kulit Kopi untuk dijadikan pengawet ikan. Karena ketersediaan kulit Kopi di Jember sangat sangat berlimpah terutama disekitar perkebunan Kopi,” ujar Yogi.
Menurut Yogi penggunaan kulit Kopi sebagai bahan baku dalam pembuatan asap cair memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Karena menurutnya, setiap 300 kilogram kulit Kopi kering mampu menghasilkan 150 liter asap cair.
“Bahan baku sangat berlimpah apa lagi saat musim panen Kopi jadi tidak perlu membeli. Kalaupun harus beli pasti harganya sangat murah karena itu termasuk sampah yang jika dibiarkan justru dapat merusak tanaman Kopi,” jelas Yogi.
Selama ini menurut Yogi limbah kulit Kopi hanya dibiarkan begitu saja atau dibuang di sekitar kebun Kopi. Padahal menurut Yogi kandungan asam pada kulit Kopi tidak bagus untuk produktifitas tanaman Kopi.
“Selama musim kemarau tidak begitu masalah. Namun jika musim penghujan kandungan asamnya akan larut bersama dengan air dan menyerap kedalam tanah. Hal ini akan menyebabkan tanah terlalu asam dan akan mengganggu tanaman Kopi. Jadi lebih baik diolah saja menjadi produk bernilai jual,” jelas Yogi.
Yogi dan Hanifah sepakat bahwa dengan memproduksi asap cair dapat menambah nilai kesejahteraan masyarakat. Karena menurut mereka harga jual asap cair saat ini masih relatif bagus yaitu berkisar antara 40 ribu sampai 50 ribu untuk kemasan satu liter. (mia/iim/hms)